Annyeonghaseo, Moon Suki Imnida...
Panggil saja namaku Suki. Aku anak gadis dari keluarga Moon, Aku keturunan Korea-Jepang dan yang paling penting aku adalah seorang muslim. Yah, semenjak dua tahun yang lalu kami sekeluarga berniat menjadi mualaf. Dulu kami adalah penganut agama kristiani dan entah kesadaran darimana kami sekeluarga masuk Islam. Aku tinggal di daerah yang dekat dengan masjid besar, setiap hari selalu mendengarkan kumandang azan dari masjid yang begitu indah dilantunkan. Hati ku tenang. Mungkin karena kebiasaan itu kami mulai terbiasa dan akhirnya inilah kami yang baru sebagai mualaf.
Ponselku berbunyi...
'Mama calling..'
Tombol hijau ku tekan.
"Assalammualaikum, ma" Sapa ku kepada mama. Beberapa detik disana diam.
Akhirnya mama menjawab salam ku juga. "Sayang, kau dimana? Sebentar lagi akan senja kenapa belum pulang rumah ?" Mama selalu saja khawatir. Seperti aku ini tidak tahu jalan pulang kerumah saja. Yaa... Aku ini sudah delapan belas tahun hidup di Korea Selatan, Seoul lagi yang notabenennya kota besar.
"Ya bentar lagi ma, aku lagi nunggu bis..... Ya udah ma, bis nya udah datang aku tutup dulu ma"
"Oke. Cepat pulang. Assalammualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Panggilannya aku akhiri. Bersiap untuk naik bis dan memilih tempat duduk. Tak sesuai harapan, tempat duduknya penuh. Aku berdiri, mata ku terus saja menelusuri sekitar mana tahu ada kursi kosong yang bisa aku duduk. Tampaknya harapan itu kecil, semuanya penuh. Dan hanya aku yang berdiri sendiri disini, di pandangi dengan tatapan aneh dari penumpang bis, mungkin karena aku memakai hijab. Mereka kan tidak tahu apa itu hijab, makai apalagi.
Baru saja tangan ku ingin memegang pegangan besi di bis, salah satu wanita dewasa dengan setelan kantornya malah menghampiri ku. "Chogiyo, agasshi. Kau bisa memakai tempat duduk ku"
wanita kantoran yang baik hati tadi tersenyum sekilas sebelum keluar dari bis.
"Gamsahamnida" ucap ku senang. Wanita tadi hanya tersenyum ramah dan menunjukkan kalau dia oke dengan jari tangannya.
Tuhan memang baik sama aku hari ini. Ani, Dia selalu baik kepada semua hambanya.
Aku tercenung sesaat. Kursi yang harus ku duduki itu bersebelahan dengan lelaki tampan yang mengenakan almameter sekolah. Mungkin baru saja pulang sekolah.
Lelaki korea itu terus saja menatapku. Aku nya masih diam. Antara ingin bilang permisi saya mau lewat atau menunggu dia peka. Biasalah, aku anak perempuan jarang sekali berbicara dengan yang bukan muhrimnya alias lelaki. Kalau dengan kakek tua renta tetangga sebelah ya...sering sih.
"Kau mau duduk disini ?" Tanya lelaki itu kepada ku. Dia tampan sekali.....rambutnya cokelat kehitaman dengan mata yang yang berkilau. Aku yakin mata ku pasti tidak berkilau seperti itu. Haha...
"Ah....nde. Bisakah kau beri aku ruang ? Aku ingin lewat" Akhirnya aku memberanikan diri. Dia mengangguk sambil tersenyum. Dia berdiri dari tempat duduknya dan menpersilahkan aku masuk dan duduk di kursi dengan nyaman.
Ah, akhirnya. Punggung ku agak sedikit nyaman. Ujar ku lega.
Aku menoleh ke arah lelaki yang tak kukenal namanya. Aku tersenyum, menunduk kepala ku sedikit sebagai rasa hormat dan terimakasih karena telah membantu ku. Dia juga membalas hal yang sama seperti apa yang aku lakukan tadi. Senyumnya itu loh..... Menawan sekali.
Astaghfirullah, aku menggeleng cepat, mataku aku kucek kucek. Aku sudah berani sekali main mata, eh-- bukan apa-apa hanya saja bukan muhrim. Hehe, zina mata istilah lainnya.
"Kau baik-baik saja ?" dia sepertinya khawatir.
Dia memegang lengan atas ku sontak membuat aku terkejut dan menjauh darinya dengan mata melotot seolah aku takut memandangnya , seperti memandang hantu. Dia juga tak kalah terkejut. Mungkin karena gerakan ku yang terbilang lebay sampai harus mepet banget dengan jendela bis seolah aku ini tokek yang tertangkap basah dengan pemburu.
Aku tertawa paksa. "Hehehe...." dia juga malah ikut tertawa sama seperti ku "aku....baik-baik saja. Aku tak terbiasa di sentuh makanya aku jadi kaget seperti ini" Dia terkekeh kemudian mengangguk. Dia pasti mengira aku lucu.
Aku berdehem sebentar, merapikan hijab pasmina ku yang sedikit berantakan. Melalu ekor mata, aku melihat dia masih saja mencuri-curi pandang ke arah ku. Apakah aku cantik ? Yaa jangan ditanya cantik banget malah hehe. Aku malah canggung begini dan kegiatan yang ku lakukan sekarang hanya melihat-lihat galeri foto saja berulang kali. Memang ye kalau canggung seperti ini apalagi disebelahnya ada lelaki tampan mandang kita lagi bawaannya gak tahu mau ngapain.
"Chogiyo" apakah dia berbicara dengan ku ? Aku menoleh.
Dia tersenyum lagi, emang tipe orang pemurah senyum ya. "Ya ?"
"Jeonun Kim Jong In Imnida" dia memperkenalkan dirinya. Oh jadi namanya Jong In ? Marganya kim..
Dia mengulurkan tangannya minta berjabat tangan. Aku langsung saja mengatupkan kedua telapak tanganku di atas dada. Secara tak langsung membuat dia kecewa karena aku tak menerima jabatan tangannya.
"Jeonun Moon Suki imnida" Dia menarik tangannya canggung.
Kentara dalam raut wajahnya yang seperti bingung. Salah satu tangannya membuat gerakan memutar di atas kepala berusaha untuk menunjukkan sesuatu kepada ku. Aku menautkan kedua alis masih belum mengerti dengan isyaratnya. Belum sampai satu menit. Aku pun baru connect.
Dia menunjuk hijab ku ternyata. "Ige...?" dia mengangguk ketika aku memegang hijab pasmina ku dengan warna hijau toska. "Ige hijab-eu" Dia membuat bulatan o di mulutnya. Dia mengangguk paham.
"....keundae, kau tidak boleh memakainya" lanjut ku.
"Waeyo ?"
"Karena kau bukan perempuan"
Jawaban ku tadi mengundang tawa untuknya. Karena tertular mungkin, aku juga ikut tertawa. Dia polos sekali.
END